• Tulisan Teratas

  • Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

    Bergabung dengan 342 pelanggan lain
  • Blog Stats

    • 182.848 hits
  • Arsip

  • Internet Sehat
  • Kategori

  • Yang sudi mampir

    Habib pada Misteri Tokek Bag. I
    Abdi Jaya pada Pelarian
    angga pratomo pada Pelarian
    Abdi Jaya pada Melepas Jenuh di Pantai Ujung…
    wahyuancol pada Melepas Jenuh di Pantai Ujung…
    Olivia Paquin pada Karang Anyar, Bak Telaga …
  • Alexa Certified Site Stats for www.m4rp4un6.wordpress.com
  • Dukung Wisata Jogja

    Yogyakarta / Jogja
  • award-luv-ur-blog-dari-fanny1
  • Yang Singgah

  • Meta

Bagaikan Air Dibalas Kurma

Pulang kerja, seperti biasa aku naik angkot Sandhra Prima. Karena ini bulan ramadhan, maka jam pulang kantor lebih on time, jam 5 lewat udah screen finger. Kalau hari biasa sih pulangnya hampir jam 6.

Kalau pulang jam 5.15 aku masih sempat buka di rumah. Itu pun kalau supir angkotnya mengemudi dengan kecepatan diatas rata-rata dan tidak ikut ngantri beli bensin di SPBU.

Pernah kemarin malah angkot Rajawali kehabisan minyak di dekat Rumah Sakit Umum Sulaiman. Jadinya aku WO dari angkot karena nggak sabar nungguin supirnya nyari bensin ketengan. Tentunya setelah kutinggalkan ongkos beberapa ribu.

Kembali lagi… Di dalam angkot Sandhra Prima yang sunyi dan

Baca lebih lanjut

Sandal yang Menghadap ke Timur

Itu adalah malam yang indah ketika melihat barisan saf yang sedang duduk tasahud akhir dalam sebuah mesjid. Begitu rapi dan teratur dengan ekspresi wajah para jamaah yang tidak bisa aku ceritakan karena aku melihat mereka dari luar yang sedang memarkir kuda besi di halaman mesjid. Untuk kesekian kali aku melewatkan kesempatan menjadi masbuk.

Sulit untuk mendapatkan solat magrib berjamaah di mesjid ketika aku masih di dalam angkutan umum. Jika supir bis mengemudikan dengan kencang dan jalanan tidak macet, insya Allah aku akan menjadi masbuk. Itu pun jika waktu magrib tidak masuk lebih cepat.

Menjadi masbuk bukanlah cita-citaku. Melainkan terjadi dengan sendirinya oleh karena keterlambatan untuk bersama-sama mengikuti imam sejak takbiratul ihram. Agar masih tergolong sebagai masbuk, aku harus mendapatkan mesjid yang lebih dekat dari tempat parkiran sepeda motor.

Mesjid yang dekat dan arah jalannya satu arah dengan jalanku menuju pulang ke rumah adalah mesjid Nurul Ikhwan. Dia adalah saksi bahwa aku sering solat magrib sendirian didalamnya. Mesjid Nurul Ikhwan sepertinya mesjid yang menjadi tempat berkumpulnya para jamaah tabligh. Sering kudengar mereka bermusyawarah dan juga berkumpul mendengar tausiah dari salah seorang diantara mereka selepas solat magrib berjamaah.

Beberapa yang lain berkumpul di luar, menentukan tujuan lalu berjalan bersama-sama menuju rumah-rumah orang Islam. Mengajak mereka untuk memakmurkan mesjid.

Aku senang memperhatikan mereka. Kadang-kadang juga mencuri dengar tausiahnya. Beberapa yang pernah singgah di telingaku adalah tentang memaknai nikmat dari Allah yang luas dan banyaknya tiada dapat kita hitung. Perbuatan yang mereka lakukan itu mengingatkanku pada perbuatanku saat masih duduk di bangku Aliyah dulu. Sama persis.

Selepas solat magrib aku bergegas menuju teras. Melihat sepatu dan kuda besiku. Oo… ternyata masih ada. Terima kasih ya Allah. Tapi ada yang aneh.

Sandal yang disusun rapi di halaman mesjid

Kulihat barisan sandal di halaman mesjid berjajar rapi sesuai dengan paasangannya masing-masing. Termasuk juga sepatuku. Seingatku saat memasuki mesjid tadi aku meletakkan sepatu sesuai dengan posisi kaki yang mengarah ke mesjid. Menghadap kiblat. Namun sekarang posisi sepatu dan semua sandal-sandal yang ada di halaman ini mengarah keluar. Sepertinya sepatu dan sandal itu sudah mempersiapkan diri bahwa ketika si empunya akan keluar mesjid tidak perlu repot bagi mereka memutar kaki dan badannya atau mengarahkan dengan tangan mereka sendiri dan itu sangat mudah dilakukan. Perbuatan siapakah yang merapikan semua sandal-sandal dan sepatu di halaman mesjid ini?
Adalah seorang pemuda yang saat itu memakai lobe putih sepertinya salah seorang jamaah tabligh. Dia adalah orang yang merapikan sandal-sandal itu dan mengarahkannya ke timur. Menyejajarkannya sehingga enak dipandang. Aku harusnya berterima kasih padanya karena merapikan letak sepatuku. Kaus kakinya juga masih ada.

Perbuatan remeh temeh seperti itu kadang luput dari perhatian kita karena mungkin kita sering mengabaikan hal-hal kecil yang hadir dihadapan kita dan bagiku itu merupakan perbuatan baik yang sederhana.

Pemuda itu telah memberikan pelajaran berharga bahwa perbuatan baik sekecil apapun itu pastilah ada manfaatnya. Setidaknya dia telah memberikan kemudahan bagi orang lain, memberikan manfaat yang dari perbuatan sederhana itu ada timbul rasa syukur yang terucap, ada tasbih yang menyeruak dari dalam hati dan ada senyum kecil yang terpancar.

Sekali lagi itu adalah perbuatan baik yang sederhana dan kecil di mata manusia dan untuk membalas dengan ucapan terima kasih saja kita enggan. Beda dengan penilaian dan janji Allah yang telah dituliskan dalam alQuran

“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan balasannya (QS. Al Zalzalah:7)

————-

Tamora, sambil nonton moto2