• Tulisan Teratas

  • Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui email.

    Bergabung dengan 342 pelanggan lain
  • Blog Stats

    • 182.844 hits
  • Arsip

  • Internet Sehat
  • Kategori

  • Yang sudi mampir

    Habib pada Misteri Tokek Bag. I
    Abdi Jaya pada Pelarian
    angga pratomo pada Pelarian
    Abdi Jaya pada Melepas Jenuh di Pantai Ujung…
    wahyuancol pada Melepas Jenuh di Pantai Ujung…
    Olivia Paquin pada Karang Anyar, Bak Telaga …
  • Alexa Certified Site Stats for www.m4rp4un6.wordpress.com
  • Dukung Wisata Jogja

    Yogyakarta / Jogja
  • award-luv-ur-blog-dari-fanny1
  • Yang Singgah

  • Meta

Sebuah Penantian

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, Jangan bercerita tentang anak pada orang yang belum memiliki anak karena itu dapat menambah penderitaan mereka. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menambah penderitaan bagi siapa saja yang belum dikaruniai anak. Namun ini dimaksudkan adalah sebagai ungkapan tanda syukur atas kehadiran anugerah, titipan, kepercayaan yang ALLAH berikan kepada aku dan istriku untuk menerima kehadiran bayi yang insya Allah telah dikandung istriku.

Sesungguhnya, peristiwa ini adalah sebuah penantian yang cukup Panjang, melelahkan dan tentu saja tidak lepas dari pergumulan emosi, kekecewaan, kekhawatiran dan harapan yang bercampur aduk dalam setiap perjalanan waktu kehidupan yang dijalani. Fahamlah aku akan rasa “penderitaan” yang dimaksud Sayyidina Ali tadi. Melayari lautan dengan biduk rumah tangga selama 7 tahun lebih tanpa kehadiran seorang buah hati adalah penderitaan. Bagi laki-laki, itu adalah pembuktian kejantanannya dan bagi perempuan itu adalah pembuktian kesuburannya.

Saat Bersama teman, saudara dan keluarga maka acapkali akan berseliweran cerita tentang anak-anak mereka. Tampak kebahagiaan Ketika menceritakan sejauhmana perkembangan anaknya, kelucuan tingkah lakunya, kenakalannya selalu menjadi santapan telinga yang acapkali haruslah aku tampakkan antusias mendengar cerita mereka. Jika mendengar keseruan cerita mengenai anak mereka, maka rasa kerinduan ingin memiliki buah hati pun semakin memuncak. Terlebih manakala mendapatkan undangan seperti aqiqah dan syukuran penabalan nama bayi. Menghadirinya seperti menghadirkan kesedihan kedalam sanubari. Apabila mendapatkan pertanyaan, “sudah berapa anakmu?” maka cara menjawab yang elegan adalah dengan memohon doa dari yang bertanya untuk disegerakan mendapatkan buah hati.

Bagaimanapun, aku dan istriku tak pernah menghindari untuk menghadiri acara aqiqah maupun syukuran atas kehadiran buah hati jika diundang. Hadir dengan harapan semoga Allah menularkan kebahagiaan mereka kepada kami.

Pernah beberapa kali aku menghadiri kenduri penabalan nama bayi yang baru lahir di komplek tempat tinggalku. Pada saat acara pemotongan rambut bayi dengan menggunakan gunting, biasanya akan diawali orangtuanya terlebih dahulu, kemudian setelah itu orangtua dari kedua belah pihak suami istri, kemudian kerabatnya jika ada. Setelah itu ustadz yang melakukan penabalan nama. Ustadz ini seringkali menawarkan para undangan kenduri untuk ikut berpartisipasi menggunting rambut si bayi atau paling tidak mewakili satu diantara para undangan. Namun seringkali hal itu tidak berhasil. Maka cara lain yang dilakukan ustadz itu adalah dengan memanggil nama-nama yang diketahuinya sudah lama belum memiliki anak, akulah salah satu diantaranya yang mendapatkan panggilan. “Pak Jay, ayo Pak Jay, biar lekas nular.” Begitu komando dari sang ustadz. Maksudnya bukan tertular penyakit ya, tapi ketularan untuk mendapatkan momongan. Aku mengaminkannya berkali-kali dalam hati.

Dengan Langkah mantap dan senyum manis, aku menghampiri ayah dan bayinya. Kuminta izin kepada ayah si bayi kemudian kuambil gunting dengan tangan kanan dan kupegang beberapa helai rambut bayi dengan tangan kiri. Sambil mengucap basmallah dan berdoa “Ya Allah… (doa minta diberi buah hati dengan Bahasa sendiri) “Kress…” terpotonglah rambut si bayi dan bersamaan dengan itu, semua para undangan jadi tahu aku belum memiliki buah hati saat itu. Wkwkwk… Saat itu setiap ada kenduri penabalan nama, maka aku akan mendapatkan kesempatan untuk memotong rambut si bayi. Santai dan senang saja. Karena kutitipkan harapan pada Allah disitu.

Sampai suatu Ketika aku mendapatkan undangan kenduri penabalan nama bayi lagi. Saat itu istri sudah mengandung. Ketika Ustadz telah melakukan penabalan nama kuduga dia akan memanggil namaku untuk ikut memotong rambut bayi dan benar saja. “Ayo Pak Jay, biar lekas nular.” Begitu kata Ustadz itu. Beberapa orang yang hadir disitu menimpali, “Udah Ustadz, udah hamil istrinya.” Aku jadi terharu saat itu. Tapi tetap saja aku ikut memotong rambut si bayi. Ustadz itu pun senang mendengarnya sepertinya.

***

Kini aku akan bersiap menjadi seorang ayah. Anakku sebentar lagi akan keluar dari Rahim istriku. Aku senantiasa berdoa agar Allah memberikan keselamatan dan Kesehatan kepada istri dan bayiku. Setelah tahun ke-7 pernikahan barulah Allah hadirkan bayi di dalam Rahim istriku tentulah ada hikmahnya. Sudah menjadi qada dan qadar-Nya. Namun ikhtiar tidak pernah putus, nasehat dari para orangtua, orang yang dituakan, saudara, teman-teman semua dijabanin, dengan harapan hadirnya tawa dan tangis bayi di tengah-tengah kami. Kini aku menjadi suami SIAGA (Siap Antar jaGA) kata mereka, dan tentu saja memang aku harus siaga sampai aku mengambil sisa cuti untuk menjalani momen yang sangat berharga dan sangat penting ini. Begitupun doa senantiasa kupanjatkan pada Illahi Rabbi agar anugerah ini menjadikan kebaikan dan kebahagiaan. Aamiin

Tinggalkan komentar